Teori Ekonomi Sosialis - Produk Surplus Sosial
Oleh Ernest Mandel
Selama produktivitas kerja tetap pada tingkat dimana satu orang hanya dapat menghasilkan cukup untuk kebutuhan hidupnya sendiri, pembagian sosial tidak terjadi dan diferensiasi sosial apapun didalam masyarakat adalah tidak mungkin. Dibawah kondisi tersebut, semua orang adalah produsen dan mereka semua ada pada tingkat ekonomi yang sama.
Setiap peningkatan dalam produktivitas kerja melewati titik rendah tersebut membuat surplus kecil menjadi mungkin, dan seketika terdapat surplus produk, seketika dua tangan manusia dapat memproduksi lebih dari yang dia butuhkan untuk kebutuhan hidupnya sendiri, kemudian kondisi telah dibentuk untuk sebuah perjuangan bagaimana surplus tersebut akan dibagikan.
Sejak saat ini, pengeluarkan total kelompok sosial tidak lagi terdiri hanya dari kerja kebutuhan untuk keberlangsungan hidup produsennya. Beberapa dari hasil kerja tersebut sekarang dapat digunakan untuk melepaskan sebuah seksi masyarakat dari kewajiban untuk berkerja demi keberlangsungan hidupnya sendiri.
Kapan saja situasi tersebut muncul, sebuah seksi masyarakat dapat menjadi klas berkuasa, yang karakteristik luar biasanya adalah emansipasinya dari kebutuhan untuk bekerja demi keberlangsungan hidupnya sendiri.
Sejak saat itu, kerja produsen dapat dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian dari kerja tersebut terus digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup si produsen itu sendiri dan kita menyebut bagian ini sebagai kerja kebutuhan, bagian yang lainnya digunakan untuk menjaga klas berkuasa dan kita memberikannya nama surplus kerja.
Mari kita mengilustrasikan hal tersebut dengan contoh yang sangat jelas dalam perbudakan perkebunan, seperti yang terjadi di daerah-daerah tertentu dan periode Kekaisaran Romawi, atau seperti yang kita temukan di Barat India dan pulau Afrika Portugis dimulai pada abad keenembelas, dalam perkebunan sangat luas yang didirikan disana. Di area tropis tersebut, bahkan makanan budak secara umum tidak disediakan oleh tuannya, para budak harus menghasilkannya sendiri dengan bekerja pada sebidang kecil tanah pada hari minggu dan produk dari kerja tersebut membangun simpanan makanan dia. Selama enam hari dalam seminggu para budak bekerja di perkebunan dan tidak menerima apapun dari produk kerja dia. Hal tersebut adalah kerja yang menciptakan produk surplus sosial, diserahkan oleh para budak seketika dihasilkan dan menjadi milik tunggal pemilik budak
Kerja seminggu, yang dalam kasus ini adalah tujuh hari, dapat dibagi menjadi dua bagian: kerja satu hari, Minggu, yang menyusun kerja kebutuhan, kerja tersebut yang menyediakan produk untuk kebutuhan hidup para budak dan keluarganya; kerja enam hari yang lain adalah kerja surplus dan semua produknya menjadi kepunyaan pemilik budak, digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya dan juga memperkaya dirinya sendiri.
Wilayah besar dari awal Abad Pertengahan memberikan kita gambaran yang lainnya. Tanah di wilayah tersebut dibagi menjadi tiga bagian: tanah komunal terdiri dari hutan, padang rumput, rawa-rawa, dsb; tanah yang dikerjakan oleh petani hamba untuk kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarganya; dan terakhir, tanah yang dikerjakan oleh petani hamba dalam rangka untuk menopang tuan feodal. Kerja seminggu selama periode tersebut biasanya enam hari, bukan tujuh. Kerja seminggu tersebut dibagi menjadi dua bagian yang sama: petani hamba bekerja tiga hari di tanah dimana hasilnya menjadi milik dia; tiga hari yang lainnya dia bekerja di tanah tuan feodal, tanpa bayaran, memberikan kerja gratis bagi klas berkuasa.
Produk dari setiap tipe kerja yang sangat berbeda dapat didefinisikan dalam dua ungkapan yang berbeda. Ketika produsen melakukan kerja kebutuhan, dia menghasilkan produk kebutuhan. Ketika dia melakukan kerja surplus, dia menghasilkan produk surplus sosial.
Demikian, produk surplus sosial adalah bagian dari produksi sosial yang dihasilkan oleh klas yang bekerja tetapi diambil oleh klas berkuasa, terlepas dari bentuk yang diambil oleh produk surplus sosial, entah hal tersebut produk alami, atau komoditi untuk dijual, atau buang.
Nilai lebih sederhananya adalah bentuk moneter dari produk surplus sosial. Ketika klas berkuasa mengambil bagian produksi masyarakat yang sebelumnya disebut sebagai “produk surplus” secara eksklusif dalam bentuk moneter, kemudian kita menggunakan istilan “nilai lebih” ketimbang “produk surplus”
Seperti yang akan kita lihat nanti, bagaimanapun, hal tersebut diatas hanya menyusun pendekatan awal bagi definisi nilai lebih.
Bagaimana produk surplus sosial menjadi ada? Hal tersebut muncul sebagai konsekwensi dari sebuah pengambilalihan gratis, hal tersebut adalah, sebuah pengambil alihan tanpa kompensasi, oleh klas berkuasa dari bagian produksi klas yang berproduksi. Ketika para budak bekerja enam hari seminggu di perkebunan dan produk total kerjanya diambil oleh pemilik budak tanpa kompensasi apapun bagi para budak, asal usul produk surplus sosial disini adalah kerja gratis, kerja tanpa bayaran, yang disediakan oleh para budak bagi pemilik budak. Ketika petani hamba bekerja tiga hari seminggu di tanah milik tuan tanah, asal usul dari pemasukan tersebut, dari produk surplus sosial, juga dapat ditemukan dalam kerja tanpa bayaran, kerja gratis, dihasilkan oleh petani hamba.
Kita akan melihat lebih jauh dalam asal usul nilai lebih kapitalis, itu untuk mengatakan, pendapatan klas borjuasi dalam masyarakat kapitalis, adalah hal yang sama: hal tersebut adalah kerja tanpa bayaran, kerja gratis, dimana proletar, pekerja upahan, memberi para kapitalis tanpa menerima nilai apapun sebagai pertukaran.
Selama produktivitas kerja tetap pada tingkat dimana satu orang hanya dapat menghasilkan cukup untuk kebutuhan hidupnya sendiri, pembagian sosial tidak terjadi dan diferensiasi sosial apapun didalam masyarakat adalah tidak mungkin. Dibawah kondisi tersebut, semua orang adalah produsen dan mereka semua ada pada tingkat ekonomi yang sama.
Setiap peningkatan dalam produktivitas kerja melewati titik rendah tersebut membuat surplus kecil menjadi mungkin, dan seketika terdapat surplus produk, seketika dua tangan manusia dapat memproduksi lebih dari yang dia butuhkan untuk kebutuhan hidupnya sendiri, kemudian kondisi telah dibentuk untuk sebuah perjuangan bagaimana surplus tersebut akan dibagikan.
Sejak saat ini, pengeluarkan total kelompok sosial tidak lagi terdiri hanya dari kerja kebutuhan untuk keberlangsungan hidup produsennya. Beberapa dari hasil kerja tersebut sekarang dapat digunakan untuk melepaskan sebuah seksi masyarakat dari kewajiban untuk berkerja demi keberlangsungan hidupnya sendiri.
Kapan saja situasi tersebut muncul, sebuah seksi masyarakat dapat menjadi klas berkuasa, yang karakteristik luar biasanya adalah emansipasinya dari kebutuhan untuk bekerja demi keberlangsungan hidupnya sendiri.
Sejak saat itu, kerja produsen dapat dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian dari kerja tersebut terus digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup si produsen itu sendiri dan kita menyebut bagian ini sebagai kerja kebutuhan, bagian yang lainnya digunakan untuk menjaga klas berkuasa dan kita memberikannya nama surplus kerja.
Mari kita mengilustrasikan hal tersebut dengan contoh yang sangat jelas dalam perbudakan perkebunan, seperti yang terjadi di daerah-daerah tertentu dan periode Kekaisaran Romawi, atau seperti yang kita temukan di Barat India dan pulau Afrika Portugis dimulai pada abad keenembelas, dalam perkebunan sangat luas yang didirikan disana. Di area tropis tersebut, bahkan makanan budak secara umum tidak disediakan oleh tuannya, para budak harus menghasilkannya sendiri dengan bekerja pada sebidang kecil tanah pada hari minggu dan produk dari kerja tersebut membangun simpanan makanan dia. Selama enam hari dalam seminggu para budak bekerja di perkebunan dan tidak menerima apapun dari produk kerja dia. Hal tersebut adalah kerja yang menciptakan produk surplus sosial, diserahkan oleh para budak seketika dihasilkan dan menjadi milik tunggal pemilik budak
Kerja seminggu, yang dalam kasus ini adalah tujuh hari, dapat dibagi menjadi dua bagian: kerja satu hari, Minggu, yang menyusun kerja kebutuhan, kerja tersebut yang menyediakan produk untuk kebutuhan hidup para budak dan keluarganya; kerja enam hari yang lain adalah kerja surplus dan semua produknya menjadi kepunyaan pemilik budak, digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya dan juga memperkaya dirinya sendiri.
Wilayah besar dari awal Abad Pertengahan memberikan kita gambaran yang lainnya. Tanah di wilayah tersebut dibagi menjadi tiga bagian: tanah komunal terdiri dari hutan, padang rumput, rawa-rawa, dsb; tanah yang dikerjakan oleh petani hamba untuk kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarganya; dan terakhir, tanah yang dikerjakan oleh petani hamba dalam rangka untuk menopang tuan feodal. Kerja seminggu selama periode tersebut biasanya enam hari, bukan tujuh. Kerja seminggu tersebut dibagi menjadi dua bagian yang sama: petani hamba bekerja tiga hari di tanah dimana hasilnya menjadi milik dia; tiga hari yang lainnya dia bekerja di tanah tuan feodal, tanpa bayaran, memberikan kerja gratis bagi klas berkuasa.
Produk dari setiap tipe kerja yang sangat berbeda dapat didefinisikan dalam dua ungkapan yang berbeda. Ketika produsen melakukan kerja kebutuhan, dia menghasilkan produk kebutuhan. Ketika dia melakukan kerja surplus, dia menghasilkan produk surplus sosial.
Demikian, produk surplus sosial adalah bagian dari produksi sosial yang dihasilkan oleh klas yang bekerja tetapi diambil oleh klas berkuasa, terlepas dari bentuk yang diambil oleh produk surplus sosial, entah hal tersebut produk alami, atau komoditi untuk dijual, atau buang.
Nilai lebih sederhananya adalah bentuk moneter dari produk surplus sosial. Ketika klas berkuasa mengambil bagian produksi masyarakat yang sebelumnya disebut sebagai “produk surplus” secara eksklusif dalam bentuk moneter, kemudian kita menggunakan istilan “nilai lebih” ketimbang “produk surplus”
Seperti yang akan kita lihat nanti, bagaimanapun, hal tersebut diatas hanya menyusun pendekatan awal bagi definisi nilai lebih.
Bagaimana produk surplus sosial menjadi ada? Hal tersebut muncul sebagai konsekwensi dari sebuah pengambilalihan gratis, hal tersebut adalah, sebuah pengambil alihan tanpa kompensasi, oleh klas berkuasa dari bagian produksi klas yang berproduksi. Ketika para budak bekerja enam hari seminggu di perkebunan dan produk total kerjanya diambil oleh pemilik budak tanpa kompensasi apapun bagi para budak, asal usul produk surplus sosial disini adalah kerja gratis, kerja tanpa bayaran, yang disediakan oleh para budak bagi pemilik budak. Ketika petani hamba bekerja tiga hari seminggu di tanah milik tuan tanah, asal usul dari pemasukan tersebut, dari produk surplus sosial, juga dapat ditemukan dalam kerja tanpa bayaran, kerja gratis, dihasilkan oleh petani hamba.
Kita akan melihat lebih jauh dalam asal usul nilai lebih kapitalis, itu untuk mengatakan, pendapatan klas borjuasi dalam masyarakat kapitalis, adalah hal yang sama: hal tersebut adalah kerja tanpa bayaran, kerja gratis, dimana proletar, pekerja upahan, memberi para kapitalis tanpa menerima nilai apapun sebagai pertukaran.